Puncak Gunung Batu |
Nama Gunung Batu, Jonggol, kian akrab bagi mereka
yang dahaga mencari alternatif wisata alam mengisi waktu hanya sehari di
tengah-tengah kesibukan beraktifitas kesehari-harian. Nama itu kian sering
kudengar berulang-ulang kali sebelum aku bisa menapakkan sepasang kakiku
dipucuknya memegang tiang bambu bendera merah putih yang sesekali
berkibar dihembus angin gunung, sambil di foto, narsis, cheerss.. Ceklik..
Kusematkan senyum termanisku.. ^^
Mulai dari teman SMA yang mengajar di Sukamakmur
(daerah sekitar Gunung Batu, Jonggol) yang sempat menawarkan untuk main-main ke
sana, dan seorang teman yang tinggal di Leuwijati (jalur jalan menuju Gunung
Batu melalui Desa Dayeuh), sampai teman-teman ngetrip dari Jakarta yang mengajakku
ikut event di akhir Maret 2015.
Karena merasa dapat kujangkau sewaktu-waktu dengan
biaya lebih hemat ketimbang ikut event orang dari ibukota. Maka kuputuskan ini
kali untuk tidak ikut event itu bersama teman-teman dari Jakarta. Maklum,
bawaan filosofi ekonomi, hemat. ^^
Ya, kenapa aku bilang bisa lebih hemat dan
sewaktu-waktu? Ini jawabannya. Pertama, karena domisiliku di Bantar Gebang
(pinggiran Bekasi) dekat ke Cileungsi (pinggiran Bogor) sebelum ke Jonggol.
Kedua, Jonggol adalah salah satu tempat alternatifku keluyuran dengan bersepeda
motor. Ketiga, aku punya beberapa teman yang berdomisili di sekitar Jonggol.
Jadi kemungkinan untuk menapaki tanah Jonggol bisa tidak terduga. Seperti Ahad,
15 Maret 2015, yang akhirnya tak terduga membawaku berjodoh juga ke Gunung
Batu, Jonggol.
Begini ceritanya. Sudah ku katakan sebelumnya bahwa
aku memiliki teman di Leuwijati (daerah yang jalannya pasti akan dilewati bila
ingin ke Gunung Batu melalui Desa Dayeuh, Jonggol). Sebut saja dia Mario,
karena namanya memang Mario. Pemuda ganteng (kata emaknya) ini adalah seorang
Juventini. Tidak ada hubungannya sih memang, hanya ingin mempromosikan teman
saja. Karena dia masih single dan emaknya juga sudah tidak sabar ingin menimang cucu darinya. Bila ada
kawan-kawan akhwat yang berminat, bisa hubungi aku di komen.. Nanti ta
sampaikan.. Ck.. Siapa tahu kalian berjodoh.. Weka weka weka weka weka.. ^^
Sudah, kita kembali ke jalan cerita. Jadi begini,
Mario ini mengadakan pesta kecil di rumahnya. Little party bahasa
kerennya, barbeqyu sob.. Hee.. Angap saja syukuran tanggal kelahirannya
sepekan lalu, baru bisa terselenggara sekarang (Sabtu malam, 14 Maret 2015)
teman-temannya bisa berkumpul. Rencananya mau bakar bebek panggang.
Sabtu sore yang cerah selepas Ashar aku berangkat
dengan kuda besi andalanku, tanpa klakson. Maklum belum di service, klaksonnya
mati.. Tapi tetap waspada dan lengkap berkendara.. Rencananya, aku mengajak
beberapa teman untuk ke tempat Mario di Leuwijati. Sebut saja mereka Rena dan
Dian, karena memang itu nama mereka.
Titik temu aku dengan mereka adalah di rumah Dian
(perum Kenari, Cileungsi). Ku parkir kuda besiku di muka rumah Dian, dekat
pohon Bougenville. Kuambil hape, kuhubungi dia, ga keluar-keluar..
Bakalan lumutan inimah.. Adzan Magrib berkumandang, Dian tak kunjung membukakan
pintu.. Ketiduran apa ya Dian.. Atau kedatanganku yang tak diharapkan, tamu tak
diundang. Nasib-nasib.. Mana belum makan lagi, sengaja nanti mau makan bebek
panggang aja di rumah Mario.. Hee.. ^^
Adzan Magrib belum khatam berkumandang, Rena datang
dengan kuda besinya. Bagai pangeran dari Cikeas yang datang dengan kuda
kebanggaannya. Rena adalah pemuda idaman wanita (uhuy).. Sori promosi temen
lagi dikit, soalnya Rena juga masih single.. Hii.. Bila ada kawan-kawan akhwat
yang berminat, bisa hubungi aku di komen.. Nanti ta sampaikan juga.. Hee..
Siapa tahu kalian berjodoh.. ^^
Sejurus kemudian, Dian membukakan pintu.. Dian itu
orangnya friendly, dia juga masih single loo sob.. hayo.. Siapa yang mau
kenal Dian hayo.. ck..
Bersua dan bertegur sapa tak lama dengan Dian,
akhirnya aku dan Rena beranjak ke masjid terdekat dengan berjalan kaki. Di
masjid, Magrib berjamaah pertama sudah kelar. Akhirnya aku dan Rena shalat
berjamaah setelahnya berwudhu. Rena jadi imam, aku jadi makmum, berdiri hampir
sebaris bersama melapor kepada Ilahi.
Ba'da Magrib, kami kembali ke rumah Dian. Kemudian
tak lama beranjak menuju Leuwijati. Dian dibonceng Rena, dan aku sendiri.
Karena banyaknya volume kendaraan (maklum malam
minggu), baru dari Kenari Cileungsi sampai Taman Buah Mekarsari saja kami sudah
berpisah jalan. Tidak tahu siapa di depan siapa? Aku melipir ke sisi jalan.
Akhirnya ku sms ke Dian, untuk ketemu di SPBU simpang Jonggol. Karena di
situlah persimpangan kita akan belok ke kanan menuju Dayeuh lalu ke Leuwijati.
Sms terkirim. Aku lanjut melajukan kuda besiku.
Gandoang, Tunggilis, Cibucil, perum Citra, terlewati sudah. Akhirnya sekitar 30
menit dari Cileungsi aku ambil kanan masuk ke SPBU Jonggol, sekalian mengantri
isi bensin. Di situlah Dian menelponku agar aku melihat ke arah jam 9. Di
situlah dua teman SMA ku itu bersemayam.
Singkat cerita, stok bensin ku isi penuh. Kami
lanjutkan perjalanan, kami bertukar motor. Mereka pun bertukar posisi, so
sweet. Yang tadinya Dian dibonceng Rena, kini Rena dibonceng Dian. Dan aku
tetap sendiri kini memandu jalan mereka.
Langit yang cerah sore tadi di Cileungsi, ternyata
tak begitu selepas masuk Jonggol. Dari SPBU Jonggol kembali kami belok kanan
dekat Pasar Cariu. Hujan mengiringi perjalananku yang melaju sendiri
kedinginan, berbanding terbalik dengan kisah Dian dan Rena yang semotor berdua.
Suit-suit.. Ingetkan kawan, ini malam minggu lho.. Uhuy.. Gosip dikit ahh..
Setelah 15 menit dari Jonggol memasuki Dayeuh, kami
berteduh, menepi di sebuah kios/ warung. Parkir motor dan memesan kopi dan jahe
anget. Berkenalan dengan dua pemuda yang juga menuju Gunung Batu dengan membawa
tas gunungnya yang kemungkinan berisikan tenda dan persediaan hidupnya, serta
alat-alat survival lainnya.
Kami mengobrol singkat bertukar cerita. 10 menit
kemudian, hujan mereda mereka lebih dulu melanjutkan perjalanannya. Sementara
kami menghabiskan minuman kami dulu, kopi hangat yang berkarib dengan rintik
hujan. Pikirku, indah sekali hidup ini. Alhamdulillah. Ternyata, Allah
benar-benar Maha Baik. Belum surut kopi di dasar gelas, aku dibuat terpesona
dengan kehadiran seorang perempuan berjilbab yang berbelanja di warung itu.
Walau perut laper karena kosong belum makan, namun karena melihat kehadiran
perempuan kaki gunung yang memang putih-putih membuat stamina kembali terisi
penuh, overload. Hee..
Dian dan Rena paham benar dengan kejadian itu. Hii..
Secara aku juga kan masih single.. Uhuy.. Pake Mario, Rena, dan Dian lahh
dibawa-bawa. Bilang aja mau promosiin diri sendiri.. Ehem.. Ck.. ^^
Mereka yang sempat datang memang tak selalu singgah
dalam waktu yang lama. Begitu pun wanita itu, hanya sebatas bisa memandanginya
saja. Keadaan ketika itu tak bisa berkata banyak. Kami pun beranjak setelah
membayar jajanan kami. Meninggalkan sekelumit kisah yang belum dimulai di
warung Dayeuh.
Tak sampai 2 menit kami sudah melewati pasar Dayeuh,
5 menit kemudian sampailah kami di kediaman Mario. Hujan benar-benar mereda
sesampainya kami di kediaman Mario. Teman-teman yang lain bahkan selisipan di
jalan sudah pulang. Kecuali satu lagi teman single yang masih betah di rumah
Mario. Sebut saja Sugeng, karena memang itu namanya.
Ritual bertamu sudah, tegur sapa dengan orang tua
Mario sudah. Mm.. Perasaan ada yang belum.. Hee..
Ternyata rezeki itu masih ada, menu hidangan utama
masih ada. Upss.. Kami langsung dipersilahkan makan, ngumpul lesehan di ruang
keluarga depan televisi. Kata Mario, "Tadinya mau dipanggang di luar, tapi
berhubung tadi hujan. Jadi bebeknya digoreng saja."
Iya gapapa kok io (panggilan untuk Mario), ck..
Dipanggang atau digoreng sekarang sama saja.. Alhamdulillah..
Singkat cerita, acara makan-makan sudah. Tapi Dian
masih saja ngemil nugget dengan sambel buatan nyokap Mario. "Enak
sambelnya ibu." Katanya. Modus baru ini, muji sambel buatan emaknya.
Ck..
Makan sudah, sholat Isya sudah. Sambil
bincang-bincang sambil nonton tivi juga. Malam makin kelam. Akhirnya kami
sepakat untuk bermalam di sini, tidak pulang. Karena jalan malam di sini
lumayan mencekam, sepanjang jalan belum ada lampu penerang jalan. Masing-masing
dari kami mengabarkan orang rumah. Termasuk Dian.
Lantas kami satu per satu lelap dalam tidur dan
masing-masing di selimuti oleh mimpi-mimpi indah. Zzz..
Ahad, 15 Maret 2015..
Pagi masih lembab karena hujan semalam, udara pagi
masih berat. Maklum, lokasi kami kini tengah berada di kaki gunung perbukitan
Jonggol. Kemudian seiring mentari bersinar meninggi, pagi nampak cerah.
Bincang-bincang mengawali niat untuk sekalian keluyuran mumpung berada di sekitar
sini. Ada beberapa alternatif, namun akhirnya kami sepakat untuk mengeksplor
Gunung Batu. Inilah awal keluyuranku ke Gunung Batu yang tak terduga
sebelumnya.
Kuda besiku yang terparkir dekat kandang sepasang
angsa putih monogami milik keluarga Mario, sudah siap mendampingi suka duka
keluyuranku. Akhirnya para single's inipun bermotor-motoran ria mencari lokasi
Gunung Batu.
Kami berboncengan. Dengan motorku, Mario
memboncengku. Rena tetap semotor dengan Dian, dan Sugeng dengan kuda besarnya
membonceng adik Mario. Sebut saja Singgih, karena memang itu namanya..
Jalan berkelok-kelok, menanjak menurun. Bahkan
memasuki kawasan Sukamakmur, kami melewati longsor yang menghantam jalan
beberapa waktu lalu. Di titik ini, jalan aspal di sini terputus.. Alhamdulillah
akses jalan masih bisa kita lewati. Di titik lainnya terlihat bekas longsor
masih nampak. Karena kontur tanahnya, ternyata daerah sini lawan longsor.
Sekitar 20 menit memasuki kawasan Sukamakmur ini,
Gunung Batu sudah terlihat menjulang dari kejauhan. Kami yang kesemuanya belum
pernah menapaki Gunung Batu, hanya mengandalkan penglihatan dan mendekati arah
gunung tersebut sebagai penunjuk jalan. Memasuki Pasar Cipamingkis, kita belok
kiri. Marka jalan yang menunjuk ke Gunung Batu belum kutemukan sampai sini.
Mungkin karena jalur ini bukanlah jalur utama ke Gunung Batu dari Jonggol.
Jembatan Cipamingkis |
Namun tatkala memasuki kawasan Desa Sukaharja,
selepas melalui Jembatan Cipamingkis, dan kemudian menanjak, di depan sana
nanti ada marka jalan terlihat menunjuk ke kiri mengarah ke Gunung Batu dan
menuju Desa Tanjung Sari. Setidaknya arah kami benar pada tujuan. Akses jalan
masih bagus.
Simpang Sukaharja |
Bila kita sudah sampai di sini, itu menandakan bahwa
lokasi Gunung Batu tak jauh lagi. Dari marka jalan di simpang Sukaharja ini
(sebut saja demikian), sekitar 10 menit lagi akan sampai ke lokasi Gunung Batu.
Bahkan menurut aku, bahwa jalan ini adalah jalan penghubung antara Cipamingkis
dengan Tanjung Sari.
Kemudian bila diperjalanan sudah menemukan jalan
berbatu-batu kasar tak beraturan. Itu tandanya tidak sampai 3 menit lagi kita
akan sampai dan melihat Gunung Batu yang menjulang dari pelatarannya.
Di pelataran Gunung Batu, di hadapannya ada hamparan
ladang penduduk dan sebuah mushola mungil sebagai oase di tengah pegunungan.
Lahan kosong seberang sebuah warung dekat ke Gunung Batu, diberdayakan menjadi
lahan parkir.
Gunung Batu..
Pelataran Gunung Batu |
Sementara di dekat motor, teman-temanku menunggu
Dian yang kemungkinan sedang salin di kamar kecil mushola pemukiman (maklum
karena sedang PMS), aku menuju warung kecil terdekat yang nampak seperti posko
istirahat sebelum dan sesudah trekking ke Gunung Batu tersebut. Berbekal
pengalaman trekking di Bukit Penyesalan, mulai dari situ setiap trekking aku
kini membekali diri dengan air minum sebagai pengantisipasi dehidrasi. Ku beli
air minum mineral berukuran botol sedang sejumlah aku dan kawan-kawanku. Selain
itu pun kubeli snack wafer untuk perjalanan di jalur Gunung Batu, maklum belum
sarapan pagi.
Belanjaan sudah kubeli, ku kembali merapat kepada
teman-temanku. Dian pun kembali dari salinnya. Ku berikan satu botol air
mineral berukuran sedang tersebut masing-masing kepada teman-temanku. Kami
parkirkan motor di lahan yang diberdayakan menjadi lahan parkir dengan sejumlah
retribusi parkirnya. Biaya retribusi parkir per motor Rp 10.000,00 (Ahad, 15
Maret 2015).
Langkah masuk pertama berawal dari pelataran kaki
Gunung Batu yang telah diberdayakan menjadi lahan parkir tersebut. Kami tembus
lahan parkir menuju jalur pembuka trekking. Jalan bertanah campuran gambut dan
unsur kapur menyapa selamat datang.
Belum jauh menapak selepas parkiran masuk, dari arah
kami datang ada warung lagi bersemayam di sebelah kanan jalur. Kami ikuti saja
jalurnya memasuki di tengah-tengah tiang-tiang pepohonan. Kami terhenti
sejenak, mencelotehkan sebuah pohon Duren yang berbuah di kanan jalur.
Jalan lebar bebatuan menurun didampingi
ilalang-ilalang dan belukar-belukar. Kemudian jalan kembali mendatar dan tak
beraturan. Telaga kecil ada di sisi kanan jalur, namun telaga kecil ini tak
terurus. Airnya seakan hanya menggenang terdiam tanpa bisa di konsumsi
manusia.
Kuakui, di Gunung Batu minim sumber mata air. Bagi
kalian yang ingin bermalam di Gunung Batu, kalian harus memperhitungkan matang-matang
persediaan air yang kalian punya.
Positifnya, masih ada warung-warung sebagai oase
bagi pendatang. Selepas melewati telaga kecil, tanah-tanah datar pegunungan
mulai terlihat. Begitu halnya dengan persimpangan yang kemudian menuju trekking
menanjak yang sesungguhnya. Di persimpangan ini, sebuah warung bersemayam
kembali menjadi oase.
Jalur Treking |
Bila hujan turun, mulai di trekking inilah kita
dituntut mengerahkan tenaga lebih. Namun setelah jalur menanjak ini, ada sebuah
warung lagi. Inilah warung terakhir di jalur ketinggian Gunung Batu. Bahkan
warung ini berada di dekat tempat para pengunjung ngecamp membuka tenda sebelum
trekking ke pucuk Gunung Batu.
Warung ini bersemayam di bawah sebuah pohon. Inilah
warung terakhir di jalur trekking, warung ketiga yang kuhitung semenjak masuk
dari parkiran tadi. Warung-warung di jalur Gunung Batu layaknya malah laksana
pos-pos yang bersemayam menampung lelah pengunjung.
Sebuah warung di luar jalur Gunung Batu yang dekat
parkiran (tempat aku membeli minum), laksana posko sebelum dan setelah
pendakian. Warung pertama setelah mulai memasuki jalur, laksana posko 1. Warung
kedua di persimpangan sebelum jalur benar-benar satu jalur menanjak, laksana
posko 2. Kini, warung ketiga dekat para pengunjung berkemah, laksana posko 3.
Tak jauh menanjak dari warung terakhir inilah
jejeran tenda-tenda terpaku di sepanjang jalur tanah menjadi pembuka jalan
menuju jalur pucuk Gunung Batu. Keberadaan tenda yang berjejer-jejer di
sepanjang jalan tersebut mengingatkanku akan tenda-tenda pendaki di Plawangan.
Hanya volumenya yang jauh lebih mini, lebih sedikit dan lebih sempit jalurnya.
Tegur sapa kepada penghuni tenda menjadi hal yang
biasa. Kami berjalan satu per satu layaknya berbaris diantara tenda-tenda, di
antara mereka. Mereka sedang memasak, ada yang sedang lesehan berkelakar,
menunggu makanan jadi dari koki dadakan dengan ransum seadanya. Kebebasan
terlihat di raut-raut mereka.
Kami tinggalkan mereka dengan gaya hidupnya. Kami
hanya numpang lewat. Kabut datang dan menghilang. Ini juga menjadi hal yang
kubaca dengan kondisi alam di Gunung Batu. Semenjak pucuk sudah terlihat, kabut
sering melintas.
Puncak Bayangan, seperti Dua Punuk Unta |
Selepas lahan tempat banyak pendaki ngecamp barusan,
kehati-hatian menjadi hal yang harus ditanamkan sepanjang jalan mendaki menuju
pucuk gunung Batu. Extra hati-hati dan rasa toleransi sosial untuk saling
pengertian jalan bergantian di treking ini. Utamakan keselamatan. Saran kami,
bila hujan ketika trekking, sebaiknya berhenti sementara, kontur tanah yang
rawan dan jalan menuju puncak menjadi titik-titik rawan yang mesti harus extra hati-hati. Tetap
perhatikan jalan yang akan anda tapaki, jalan satu per satu, atau paling tidak
berdua dengan tetap berhati-hati.
Puncak bayangan terlihat, itulah gundukan tanah yang
seperti dua punuk unta. Sebelum ke puncaknya Gunung Batu, kalian akan melewati
dua punuk Unta ini. Di sini, diharapkan kalian berhati-hati dan bergantian
antri dalam jalan naik maupun turun bila ramai. Dari dua punuk Unta ini, kalian
dapat melihat sepasang bendera merah putih yang sesekali berkibar di topang
bambu-bambu dan tali temali yang menyatu padu membuat kokoh berdiri.
Selamat datang dan selamat menikmati panorama alam
dari ketinggian Gunung Batu. "Keberhasilan dari sebuah pendakian adalah bukan
ketika kita sampai di puncaknya, melainkan ketika kalian kembali turun dengan
selamat." Semoga bermanfaat..
Lampiran-lampiran Foto:
Mantap bar..kok ga ngajak gw sih....
BalasHapus