Welcome To Join Us

Selamat datang di blog kami, Pelangi Indonesia.
Blog kami bukan hanya memberikan informasi tentang keindahan panorama alam saja, namun juga dilengkapi serba-serbi informasi layaknya warna pelangi.

Selasa, 09 Juni 2015

Situs Megalit Gunung Padang, Cianjur



     Situs megalit Gunung Padang, begitu sekarang khalayak mengenalnya. Perjalananku ke sana, sebenarnya tak terencana oleh diriku sendiri, hingga akhirnya aku berjodoh datang ke tempat itu dan menuliskannya ke dalam postingan ini kali. Berawal dari rasa ingin bersilaturrahim ke rumah seorang teman di Cianjur dan memancing di salah satu tempat budidaya ikan milik mertuanya. Kami para tamu yang kebanyakan baru juga mengenal satu dengan yang lain. Mengkerabatkan diri dalam suatu perjalanan dekat menuju Cianjur.
     Perkenalan, bincang-bincang, pengakraban diri dan akhirnya menuju ke pembahasan tentang tempat-tempat apa yang bisa dikunjungi untuk liburan akhir pekan di kawasan Cianjur? Sebelum ke Cianjur, itulah aktifitas kami. Sejam hingga dua jam menunggu teman-teman berkumpul di Cileungsi-Bogor, tempat seorang teman yang kami sepakati untuk berkumpul dan melakukan start perjalanan bersama menuju Cianjur. Menunggu satu per satu teman pulang lembur hingga ambil cuti kerja yang ingin mengisi liburan di akhir pekan ini kali.
    Perjalanan ke lokasi situs megalit Gunung Padang, yang tepatnya berada di perbatasan Dusun Gunung Padang dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Menurut papan petunjuk di jalan masuk dari jalur negara/utama Cianjur - Sukabumi, berjarak 20 km yang mengarah ke lokasi. Dari Cianjur hingga 6 km pertama, bisa menggunakan angkutan umum (angkot/koasi) yang ada sebagai akses transportasi warga dari pemerintah. Selanjutnya kita bisa berganti moda menggunakan ojek motor. Namun jika ada yang menggunakan kendaraan pribadi (mobil maupun motor), itu bisa langsung berujung pada parkiran lokasi. Akses jalan menuju lokasi kini (Minggu, 10 Juni 2012) cukup baik walaupun ada beberapa titik yang mengindikasikan jalan beraspal rusak. Sebelum sampai ke lokasi kita akan disuguhi oleh pemandangan bukit khas puncak ataupun dattaran tinggi lainnya, tak kalah juga pemandangan perkebunan tehnya. Hingga selepas kurang lebih 2 km menuju lokasi, jalan memang masih beralaskan batu-batu kasar yang belum sempat beraspal.


     
     Situs megalit Gunung Padang merupakan situs prasejarah peninggalan kebudayaan megalitikum di kawasan Cianjur Selatan, Jawa Barat. Luas komplek "bangunan" kurang lebih 900 m², terletak pada ketinggian 885 m dpl, dan areal situs ini sekitar 3 ha, menjadikannya sebagai kompleks pundn berundak terbesar di Asia Tengggara.
     Laporan pertama mengenai keberadaan situs ini dimuat pada Rapporten van de Oudheidkundige Dienst (ROD, "Buletin Dinas Kepurbakalaan") tahun 1914. Sejarawan Belanda, N. J. Krom juga telah menyinggungnya pada tahun 1949. Setelah sempat "terlupakan", pada tahun 1979 tiga penduduk setempat, Endi, Soma, dan Abidin, melaporkan kepada Edi, Penilik Kebudayaan Kecamatan Campaka mengenai keberadaan tumpukan batu-batu persegi besar dengan berbagai ukuran yang tersusun dalam suatu tempat berundak yang mengarah ke Gunung Gede. Selanjutnya, bersama-sama dengan Kepala Seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, R. Adang Suwanda, ia mengadakan pengecekan. Tindak lanjutnya adalah kajian arkeologi, sejarah, dan geologi yang dilakukan Puslit Arkenaspada tahun 1979 terhadap situs ini.

     Lokasi situs kini sudah mulai tertata dan tidak terlalu sulit dijangkau. Kompleksnya memanjang, menutupi permukaan sebuah bukit yang dibatasi oleh jejeran batu andesit besar berbentuk persegi. Situs itu dikelilingi oleh lembah-lembah yang sangat dalam. Tempat ini sebelumnya memang telah dikeramatkan oleh warga setempat. Penduduk menganggapnya sebagai tempat Prabu Siliwangi, raja Sunda, yang berusaha membangun istana dalam semalam.
   
     Di tengah-tengah puing ini, terdapat sekelompok bebatuan berbentuk persegi yang jika dipukulkan akan menghasilkan bunyi-bunyi berfrekeunsi tinggi. Di sebuah lokasi sempit di dalam lokasi ini, terdapat sekumpulan batu, ada beberapa di sana yang tergeletak sedemikian dengan panjang lebih dari 1,5 meter dan lebar serta ketebalan lebih dari 25 cm. Beberapa batu besar ini jika dipukul dengan batu yang lebih kecil maka akan memberikan bunyi berfrekuensi dalam interval 2500 -5000 Hz. Range frekuensi bunyi yang masuk dalam kategori bunyi yang bisa kita dengar. Ketika batu-batu itu dipukul-pukulkan sedemikian, maka diperoleh spektrum nada-nada yang unik sekali. Terdapat kecenderungan, satu batu menghasilkan satu frekuensi yang sama - yang dimaksudkan untuk representasi satu nadakah? Ini tentu merupakan penemuan yang mengejutkan! Ada instrumentasi musik dari zaman megalitikum!

     Ada sekitar beberapa batu yang dipukul-pukul, dan berhasil diekstrak 4 batu yang dipukul dan menghasilkan 4 frekeunsi yang dapat dipetakan ke dalam tangga nada yang jika kemudian direkonstruksi menjadi empat nada dalam tangga nada yang kita kenal saat ini.
 
     Untaian bunyi dengan nada f''' - g''' - d''' - a''' yang bisa jadi adalah urutan nada pentatonik? Kalau benar, peradaban kuno ini telah mengenal nada pentatonik, mungkin nada yang hilang adalah nada-nada di antara nada pertama dan kedua, karena jarak larasnya yang agak jauh antara kedua nada tersebut.  
     Dari sisi ukurannya, jika ini adalah benar alat musik kuno, maka ini merupakan alat musik yang sangat besar dan sulit dibayangkan jika dimainkan oleh satu orang. Sangat mungkin pemainnya adalah sekelompok orang yang secara bergantian memainkan lagu-lagu secara monofonik. Sungguh mengherankan dan menarik sekali. Bayangkan ada peradaban purba yang belum mengenal tulisan, namun sudah mulai mengenal konsep kerja sama dalam menghasilkan bentuk-bentuk estetika suara.
     Ini merupakan suatu hal yang sangat memperkaya khazanah pengetahuan kita akan sejarah musik dunia. Banyak pertanyaan baru akhirnya muncul, termasuk siapakah mereka ini? Apakah mereka nenek moyang orang Sunda? Situs ini menyimpan banyak hal yang memperkaya wawasan mereka yang kini tinggal di Jawa Barat, dan kepulauan Indonesia secara umum, bahkan mungkin dunia, karena mungkin inilah temuan pertama tradisi megalitikum di mana instrumentasi musik pukul ditemukan kali pertama.

     Fungsi situs Gunung Padang diperkirakan adalah tempat pemujaan bagi masyarakat yang bermukim di sana pada sekitar 2000 tahun S.M. Hasil penelitian Rolan Mauludy dan Hokky Situngkir menunjukkan kemungkinan adanya pelibatan musik dari beberapa batu megalit yang ada.  
     Namun belum diketahui pasti, dimaksudkan sebagai tempat apa sebenarnya puing-puing bangunan purba ini ketika didirikan. Kita masih menunggu hasil penelitian arkeologis, antropologis, tentang hal ini. Situs ini baru dilaporkan diketemukan sekitar tahun 1979 oleh penduduk setempat dan saat ini masih dalam kajian-kajian untuk memastikan fungsionalitasnya. Yang jelas di sini tersimpan sesuatu informasi yang kita belum tahu tentang keberadaan diri kita, tentang merekayang pernah tinggaldi tanah tercinta ini, tentang nenek moyang kita atau bisa jadi penduduk asli yang dibasmi oleh nenek moyang kita dalam perebutan tanah yang kita sebut nusantara ini.

     Selain Gunung Padang, terdapat beberapa tapak lain di Cianjur yang merupakan peninggalan periode megalitikum. Adalah seorang pangeran kelana pencari ilmu dari Kerajaan Sunda pada sekira akhir abad ke-15, pernah menjelajahi Pulau Jawa dan mengunjungi tempat-tempat keramat sepanjang pantai utara, menyeberang ke Pulau Bali, dan kembali ke Jawa Barat melalui jalur selatan. Pengelanaan sang pangeran kelana berjulukan Bujangga Manik itu, harus kita akui sebagai aktivitas wisata/penjelajahan pertama yang tercatat di nusantara oleh pribumi Sunda.

     Naskah Bujangga Manik dari abad ke-16 menyebutkan suatu tempat "kabuyutan" (tempat leluhur yang dihormati oleh orang Sunda) di hulu Ci Sokan, sungai yang diketahui berhulu di sekitar tempat ini. Menurut legenda, Situs Gunung Padang merupakan tempat pertemuan berkala (kemungkinan tahunan) semua ketua adat dari masyarakat Sunda Kuna. Saat ini situs ini juga masih dipakai oleh kelompok penganut agama asli Sunda untuk melakukan pemujaan.
     Secara luar biasa ia mencatat lebih kurang 450 nama geografis yang banyak dapat dikenal hingga sekarang. Catatan dalam lembar-lembar lontar yang sekarang tersimpan di Museum Bodleian, Oxford, Inggris itu, diakhiri dengan suatu persiapan perjalanan spiritualnya ke Nirwana, di suatu tempat kabuyutan yang ditemukannya di hulu Sungai Cisokan, Cianjur. 
     Dari beberapa penggalan sajaknya, diantaranya ia menulis sebagai berikut:
Eta hulu na Ci Sokan.... neumu lemah kabuyutan/ na lemah nalingga manik/ teherna dek sri maliput/ ser mangun nalingga payung/ nyanghareup ka Bahu Mitra/ ku ngaing geus dibabakan/ dibalay undak-undak/ dibalay sakulilingna/ ti handap ku mangkal datar/ ser mangun ku mungkal bener/ ti luhur ku batu putih/ diawuran manik asra/ carenang heuleut-heuleutna/ wangun tujuh guna aing/ padanan deung pakayuan dan seterusnya.


Curug Cikondang
     Walaupun belum ada kepastian di mana kabuyutan di hulu Cisokan yang disebut Bujangga Manik itu, tetapi di hulu daerah aliran sungai Cisokan-Cikondang, Cianjur, satu-satunya tempat kabuyutan adalah Situs Gunung Padang. Situs tersebut merupakan suatu "bangunan" yang disusun dari tumpukan kolom-kolom bebatuan yang dibangun berundak-undak, berada di puncak bukit kecil yang dikenal sebagai Gunung Padang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar