Borobudur di tengah kehijauan alam dataran kedu.
Dataran Kedu adalah dataran vulkanik subur yang dikelilingi gunung-gunung berapi di Jawa Tengah, Indonesia; yaitu Gunung Sumbing dan Gunung Sundoro di barat, Gunung Merbabu dan Gunung Merapi di timur, dan perbukitan Menoreh di selatan. Dataran ini juga berbatasan dengan Dataran Prambanan di sebelah tenggaranya. Dataran ini memiliki arti penting dalam sejarah Jawa Tengah karena selama lebih dari seribu tahun menjadi tempat tumbuh berkembangnya peradaban Jawa. Peninggalan bersejarah dinasti Syailendra yaitu Borobudur terletak di tengah dataran ini. Borobudur di tengah kehijauan alam dataran kedu. Diduga dulu kawasan di sekeliling Borobudur adalah danau purba.
Tidak seperti candi lainnya yang dibangun di atas tanah datar, Borobudur dibangun di atas bukit dengan ketinggian 265 m (870 kaki) dari permukaan laut dan 15 m (49 kaki) di atas dasar danau purba yang telah mengering. Keberadaan danau purba ini menjadi bahan perdebatan yang hangat di kalangan arkeolog pada abad ke-20; dan menimbulkan dugaan bahwa Borobudur dibangun di tepi atau bahkan di tengah danau.
Pada 1931, seorang seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J Nieuwenkamp, mengajukan teori bahwa Dataran Kedu dulunya adalah sebuah danau, dan Borobudur dibangun melambangkan bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau. Bunga teratai baik dalam bentuk padma (teratai merah), utpala (teratai biru), ataupun kumuda (teratai putih) dapat ditemukan dalam semua ikonografi seni keagamaan Buddha; seringkali digenggam oleh Boddhisatwa sebagai laksana (lambang regalia), menjadi alas duduk singgasana Buddha atau sebagai lapik stupa. Bentuk arsitektur Borobudur sendiri menyerupai bunga teratai, dan postur Budha di Borobudur melambangkan Sutra Teratai yang kebanyakan ditemui dalam naskah keagamaan Buddha mahzab Mahayana (aliran Buddha yang kemudian menyebar ke Asia Timur).
Tiga pelataran melingkar di puncak Borobudur juga diduga melambangkan kelopak bunga teratai. Akan tetapi teori Nieuwenkamp yang terdengar luar biasa dan fantastis ini banyak menuai bantahan dari para arkeolog; pada daratan di sekitar monumen ini telah ditemukan bukti-bukti arkeologi yang membuktikan bahwa kawasan sekitar Borobudur pada masa pembangunan candi ini adalah daratan kering, bukan dasar danau purba.
Sementara itu pakar geologi justru mendukung pandangan Nieuwenkamp
dengan menunjukkan bukti adanya endapan sedimen lumpur di dekat situs
ini. Sebuah penelitian stratigrafi,
sedimen dan analisis sampel serbuk sari yang dilakukan tahun 2000
mendukung keberadaan danau purba di lingkungan sekitar Borobudur, yang
memperkuat gagasan Nieuwenkamp. Ketinggian permukaan danau purba ini
naik-turun berubah-ubah dari waktu ke waktu, dan bukti menunjukkan bahwa
dasar bukit dekat Borobudur pernah kembali terendam air dan menjadi
tepian danau sekitar abad ke-13 dan ke-14. Aliran sungai dan aktivitas
vulkanik diduga memiliki andil turut merubah bentang alam dan topografi
lingkungan sekitar Borobudur termasuk danaunya. Salah satu gunung berapi
paling aktif di Indonesia adalah Gunung Merapi yang terletak cukup
dekat dengan Borobudur dan telah aktif sejak masa pleistosen.
Adanya dugaan bahwa danau purba Borobudur dahulu menjadi muara tempat pertemuan antara sungai Senowo dan Pebelan. Tanah daratan yang berada di sekitar Candi borobudur diyakini oleh beberapa tim ekspedisi mengandung air danau. hal inilah yang masih diteliti dan dijadikan sumber penelitian bahwa Borobudur sekarang berada di atas (tengah-tengah) Danau Purba dahulu.
Adanya dugaan bahwa danau purba Borobudur dahulu menjadi muara tempat pertemuan antara sungai Senowo dan Pebelan. Tanah daratan yang berada di sekitar Candi borobudur diyakini oleh beberapa tim ekspedisi mengandung air danau. hal inilah yang masih diteliti dan dijadikan sumber penelitian bahwa Borobudur sekarang berada di atas (tengah-tengah) Danau Purba dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar