Welcome To Join Us

Selamat datang di blog kami, Pelangi Indonesia.
Blog kami bukan hanya memberikan informasi tentang keindahan panorama alam saja, namun juga dilengkapi serba-serbi informasi layaknya warna pelangi.

Selasa, 10 April 2012

Kisah Seorang Ibu dan Anaknya


Ibuku hanya memiliki satu mata. Aku membencinya, ia adalah sebuah hal yang memalukan. Ibuku menjalankan sebuah toko kecil pada sebuah pasar.

Dia mengumpulkan barang-barang bekas dan sejenisnya untuk dijual, apapun untuk mendapatkan uang yang kami butuhkan. Ia adalah sebuah hal yang memalukan.

Pada suatu hari di sekolah. Aku ingat saat itu hari ketika ibuku datang. Aku sangat malu. Mengapa ia melakukan hal ini kepadaku? Aku melemparkan muka dengan rasa benci dan berlari. Keesokan harinya di sekolah.. “Ibumu hanya memiliki satu mata?” dan mereka semua mengejekku.



Aku berharap ibuku hilang dari dunia ini, maka aku berkata kepada ibuku, ”Ibu, kenapa kamu tidak memiliki mata lainnya? Ibu hanya akan menjadi bahan tertawaan. Kenapa Ibu tidak mati saja?” Ibu tidak menjawab. Aku merasa sedikit buruk, tetapi pada waktu yang sama, rasanya sangat baik bahwa aku telah mengatakan apa yang telah ingin aku katakan selama ini.

Mungkin itu karena ibu tidak menghukumku, tetapi aku tidak berpikir bahwa aku telah sangat melukai perasaannya.

Malam itu, Aku terbangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Ibuku menangis di sana, dengan pelan, seakan ia takut bahwa ia akan membangunkanku. Aku melihatnya, dan pergi. Karena perkataanku sebelumnya kepadanya, ada sesuatu yang mencubit hatiku.

Meskipun begitu, Aku membenci ibuku yang menangis dari satu matanya. Jadi, aku mengatakan kepada diriku sendiri jikalau aku akan tumbuh dewasa dan menjadi sukses. Karena aku membenci ibu bermata-satu dan kemiskinan kami.

Lalu aku belajar dengan keras. Aku meninggalkan ibu dan ke kota Seoul untuk belajar, dan diterima di Universitas Seoul dengan segala kepercayaan diri. Lalu, aku menikah. Aku membeli rumah milikku sendiri. Aku memiliki anak-anak juga. Sekarang, aku hidup bahagia sebagai seorang pria yang sukses. Aku menyukainya di sini karena ini adalah tempat yang tidak meningatkan aku akan ibu. Kebahagiaan ini menjadi besar dan semakin besar.

Ketika seseorang tidak terduga menjumpai aku “Apa?! Siapa ini?” Ini adalah ibuku, tetap dengan satu matanya. Ini rasanya seperti seluruh langit sedang jatuh ke diriku. Anak perempuanku lari kabur, takut akan mata ibuku.

Dan aku bertanya kepadanya, “Siapa Anda? aku tidak mengenalmu!!” sandiwaraku. Aku berteriak kepadanya “Mengapa engkau berani datang ke rumahku dan menakuti anakku! Pergi dari sini sekarang juga!”

Dan ibu dengan pelan menjawab, “Oh, maafkan aku. aku pasti salah alamat,” dan dia menghilang. Terima kasih Tuhan. Ia tidak mengenaliku. Aku merasa cukup lega. Aku mengatakan kepada diriku bahwa aku tidak akan peduli, atau berpikir tentang ini sepanjang sisa hidupku. Lalu ada perasaan lega datang kepadaku.

Suatu hari, sebuah surat mengenai reuni sekolah datang ke rumahku. Aku berbohong kepada istriku mengatakan bahwa aku akan pergi perjalanan bisnis. Setelah reuni ini, aku pergi ke rumah lamaku. Karena rasa penasaran saja. Aku menemukan ibuku terjatuh di tanah yang dingin. Tetapi aku tidak meneteskan satu air mata sekalipun. Ia memiliki sepotong kertas di tangannya, dan itu adalah surat untuk diriku.

--------------------------
Anakku,

Aku pikir hidupku sudah cukup lama saat ini. Dan aku tidak akan mengunjungi Seoul lagi. Tetapi apakah itu terlau banyak jikalau aku ingin kamu untuk datang menunjungiku sekali-kali nak? Aku sangat merindukanmu. Dan aku sangat lega ketika mendengar kamu akan datang dalam reuni ini.

Tetapi, aku memutuskan untuk tidak datang ke sekolah. Untuk Kamu. Aku meminta maaf jikalau aku hanya memiliki satu mata dan aku hanya membawa kemaluan bagi dirimu.

Kamu tahu, ketika kamu masih sangat kecil, kamu terkena sebuah kecelakaan, dan kehilangan satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak tahan melihatmu harus tumbuh dengan hanya satu mata. Maka aku memberikanmu mataku. Aku sangat bangga kepada anakku yang melihat dunia yang baru untukku, menggantikanku dengan mata itu.

Aku tidak pernah marah kepadamu atas apapun yang kamu lakukan. Beberapa kali ketika kamu marah kepadaku. Aku berpikir sendiri, ”Ini karena kamu mencintaiku.” Aku rindu waktu ketika kamu masih sangat kecil dan berada di sekitarku.

Aku sangat merindukanmu. Aku mencintaimu. Kamu adalah duniaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar