Siang ini, ketika mendengar suara adzan sholat Dzuhur. Dalam hati sempat berfikir tentang bagaimana asal muasal bedug yang bisa berada di kebanyakan tempat-tempat ibadah umat muslim di Indonesia. Dari mana bedug berasal dan siapakah yang memperkenalkannya hingga masuk ke ranah nusantara hingga kini?
Bedug sebenarnya berasal dari India dan Cina. Berdasarkan legenda Cheng
Ho dari Cina, ketika Laksamana Cheng Ho datang ke Semarang pada tahun
1405,
mereka disambut baik oleh Raja Jawa pada masa itu. Kemudian, ketika
Cheng Ho hendak pergi, dan hendak memberikan hadiah, raja dari Semarang
mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mendengarkan suara bedug dari
masjid. Sejak itulah, bedug kemudian menjadi bagian dari masjid, seperti
di negara Cina, Korea dan Jepang,
yang memposisikan bedug di kuil-kuil sebagai alat komunikasi ritual
keagamaan. Di Indonesia, sebuah bedug biasa dibunyikan untuk
pemberitahuan mengenai waktu salat atau sembahyang. Saat Orba berkuasa
bedug pernah dikeluarkan dari surau dan mesjid karena mengandung
unsur-unsur non-Islam. Bedug digantikan oleh pengeras suara. Hal itu
dilakukan oleh kaum Islam modernis, namun warga NU melakukan perlawanan
sehingga sampai sekarang dapat terlihat masih banyak masjid yang
mempertahankan bedug.
Bedug terbesar di dunia berada di dalam Masjid Darul Muttaqien, Purworejo. Bedug ini merupakan karya besar umat Islam yang pembuatannya diperintahkan oleh Adipati Tjokronagoro I, Bupati Purworejo pertama. dibuat pada tahun 1762 Jawa atau 1834 M. Dan diberi nama Kyai Begelan. Ukuran atau spesifikasi bedug ini adalah : Panjang 292 cm, keliling bagian depan 601 cm, keliling bagian belakang 564 cm, diameter bagian depan 194 cm, diameter bagian belakang 180 cm. Bagian yang ditabuh dari bedug ini dibuat dari kulit banteng. Bedug raksasa ini dirancang sebagai “sarana komunikasi” untuk mengundang jamaah hingga terdengar sejauh-jauhnya lewat tabuhan bedug sebagai tanda waktu salat menjelang adzan dikumandangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar